REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR — PIhak berwenang Malaysia melaporkan temuan mutasi virus corona jenis baru, SARS-CoV-2, yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 dengan kekuatan 10 kali lebih menular. Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Noor Hisham Abdullah mengatakan, rakyatnya harus lebih berhati-hati atas adanya mutasi D614G dari virus ini.
“Ditemukan 10 kali lebih mudah untuk menginfeksi orang lain dan lebih mudah menyebar, jika disebarkan oleh individu yang bersifat super spreader (penyebar super),” ujar Hisham dalam sebuah pernyataan melalui jejaring sosial Facebook, dilansir Channel News Asia, Selasa (18/8).
Mutasi tersebut terdeteksi oleh Malaysian Institute for Medical Research, sebagai hasil dari uji isolasi dan kultur pada tiga kasus dari klaster Sivagangga dan satu kasus dari klaster Ulu Tiram. Saat ini, Hisham menyebut kedua kluster di negara itu dalam kondisi terkendali karena adanya tindakan kontrol Kesehatan masyarakat yang cepat.
“Tes awal ini dan beberapa tes lanjutan sedang dilakukan untuk menguji beberapa kasus lain, termasuk kasus indeks untuk dua klaster,” jelas Hisham.
Hisham lebih lanjut mengatakan bahwa mutasi D614G ditemukan oleh para ilmuwan pada Juli lalu. Hal ini kemungkinan menyebabkan penelitian vaksin yang telah dilakukan belum lengkap atau tidak efektif terhadap mutasi ini.
Karena itu, Hisham berpesan kepada masyarakat untuk terus menerapkan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian kesehatan selama pandemi, seperti menjaga jarak fisik, praktek kebersihan diri, dan menggunakan masker saat bepergian. Ia mengingatkan bahwa diperlukan kerja sama publik agar Pemerintah Malaysia bisa bersama-sama memutus rantai penularan Covid-19 dari segala jenis mutasi di negara itu.
Malaysia melaporkan 25 kasus COVID-19 pada Ahad (16/8) lalu, di mana sembilan di antaranya adalah transmisi lokal sementara 16 kasus impor. Hisham mengatakan, ini membuat total kumulatif kasus di Malaysia menjadi 9.200, dengan 216 dia ntarnaya adalah kasus aktif.
Hisham mengatakan, sembilan transmisi lokal melibatkan tujuh warga Malaysia, salah satunya adalah kasus skrining pra-operasi di Rumah Sakit Queen Elizabeth di Kinabalu, Sabah. Sebanyak enam kasus berasal dari klaster Tawar di Baling, Kedah, lima di antaranya di Kedah dan satu lagi di Penang.
“Dua infeksi lokal lagi terdeteksi di antara orang non-Malaysia di Kuala Lumpur di mana kedua kasus adalah pekerja restoran setelah pemeriksaan acak dilakukan di tempat kerja mereka,” kata Hisham.
Berita tentang penutupan tempat makan tersebut telah menjadi viral di media sosial dan menimbulkan kecemasan di kalangan pelanggan. Hisham mengatakan, dinas kesehatan setempat akan melakukan deteksi kasus secara aktif di mana penyelidikan dan pengambilan sampel lebih lanjut akan dilakukan.
Restoran telah ditutup sementara untuk disinfeksi dan sanitasi. Hisham mengatakan, 16 kasus impor tersebut berasal dari Thailand, Hong Kong, Indonesia, India, Arab Saudi, Pakistan, Yaman, Lebanon, Inggris, dan Jepang.
Menjelaskan tentang klaster Tawar, Hisham mengatakan bahwa dengan kasus baru yang dilaporkan dalam semalam, kini terdapat 39 kasus dari kluster ini. Sekitar 899 orang telah diskrining, di mana 727 orang telah diskrining di Kedah dengan 35 tes positif Covid-19, kemudian 643 dinyatakan negatif dan 49 lainnya masih menunggu hasil.
Deteksi kasus aktif dan skrining kontak terus berlanjut untuk kluster Tawar. Kementerian Kesehatan Malaysia mengatakan di Twitter bahwa tiga klaster kasus Covid-19 di negara itu telah ditutup, yaitu klaster restoran Kuala Lumpur dan klaster Ramnad dan Kuching Jetty, sehingga jumlah klaster tertutup menjadi 78.
Sebelumnya, dilaporkan tiga dari 45 kasus mutasi virus corona jenis atau disebut D614G yang diemukan di klaster yang dimulai dari pemilik restoran di Kuala Lumpur tersebut. Pemilik adalah seorang pria yang kembali dari India dan melanggar karantina mandiri 14 hari di rumahnya. Ia pun dijatuhi hukuman lima bulan penjara atas kesalahannya.
Laporan tersebut juga mengatakan bahwa galur ditemukan di kelompok lain yang melibatkan individu yang kembali dari Filipina. Sejak virus corona jenis baru pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China, pada Desember 2019, para ilmuwan telah melihat mutasi atau perubahan pada materi genetik SARS-CoV-2.
Meskipun mutasi virus telah menjadi varian utama di Eropa dan Amerika Serikat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa virus tersebut dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah. Sementara itu, sebuah makalah yang diterbitkan di Cell Press melaporkan bahwa mutasi kemungkinan tidak berdampak besar pada kemanjuran vaksin yang saat ini sedang dikembangkan di banyak negara.