Pelaksanaan pilkada 2020 dipastikan tidak hanya menjadi panggung aktor kontestan dari partai politik (parpol). Sebab, 70 bakal pasangan calon (bapaslon) perseorangan dipastikan dapat mengikuti kontestasi setelah dinyatakan memenuhi syarat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di berbagai daerah.
Komisioner KPU RI Evi Novida Ginting Manik menyatakan, pada awalnya ada 203 bapaslon perseorangan yang menyerahkan dukungan ke jajaran KPU. Hanya, dalam prosesnya, hanya 70 bapaslon yang dinyatakan memenuhi syarat. Baik secara administrasi maupun dari hasil verifikasi faktual.
”Awalnya yang dinyatakan memenuhi syarat itu 23 bapaslon. Kemudian, setelah masa perbaikan, ada 47 bapaslon yang juga dinyatakan memenuhi syarat,” ujarnya di kantor KPU RI, Jakarta, kemarin (1/9).
Meski demikian, lanjut Evi, 70 bapaslon tersebut belum otomatis ditetapkan sebagai paslon peserta pilkada. Sama halnya dengan calon dari parpol, mereka wajib melakukan pendaftaran dan mengikuti rangkaian tahapan selanjutnya. ”Jadi, ini yang bisa mendaftar di pendaftaran pada tanggal 4 sampai 6 September,” imbuhnya.
Dari segi sebaran, 70 bapaslon tersebut sepenuhnya berasal dari level kabupaten/kota. Sementara untuk level provinsi, tidak ada satu pun yang memenuhi syarat. Perinciannya, 8 bapaslon sebagai calon wali kota dan wakil wali kota, sedangkan 62 lainnya adalah bapaslon untuk calon bupati dan wakil bupati.
Sementara itu, jumlah bapaslon perseorangan yang hanya 70 orang terhitung rendah jika dibandingkan dengan lima tahun lalu. Di daerah yang sama, jumlah bapaslon perseorangan saat itu mencapai 135 pasangan.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani mengatakan, paslon dari jalur perseorangan memang menghadapi dinamika yang berat. Terbukti, dalam empat pelaksanaan pilkada terakhir, trennya mengalami penurunan. Sejak awal, keberadaan jalur perseorangan di Indonesia tidak ideal karena pembuat undang-undang (UU) tidak menginginkan hal itu. ”Baru muncul setelah diberi ruang oleh MK untuk mengajukan dari jalur perseorangan,” ujarnya.
Kendati sudah diatur dalam UU, skema yang disiapkan cukup rumit dengan persyaratan yang berat. Maka wajar jika tidak banyak calon dari jalur tersebut yang bisa lolos persyaratan. ”Ada kesan jalur perseorangan dianggap membahayakan institusi partai,” imbuhnya.
Nah, ke depan, Sri menilai jalur perseorangan perlu dipermudah. Sehingga akses bagi masyarakat untuk menyalurkan gagasannya dengan menjadi kepala daerah kian terbuka. Bahkan, dia mengusulkan alternatif agar dibuat jalur perseorangan dengan skema khusus. Asalkan tidak berbasis dukungan agama atau suku.