Halodunia.net Dalam bahasa Sanskerta, kata vajra didefinisikan sebagai sesuatu yang keras atau kuat, seperti sifat yang ada pada berlian.
Ini dapat diartikan sebagai perlambangan keadaan pengetahuan dan pencerahan yang tak dapat ditembus, tak tergoyahkan dan tak bisa dihancurkan.
Dilansir pada Ancient Origins, teks kuno menunjukkan bahwa vajra tidak selalu berarti simbol kedamaian, namun sebaliknya: menjadi penghancur.
Senjata perang ini pertama kali muncul di India kuno sebagai senjata utama milik para Dewa.
Cerita berawal bahwa suatu ketika Asura, Namuchi dan Vritra, para iblis yang jahat menghilangkan segala cahaya dan kelembaban dari Bumi.
Hal itu menjadi petaka serius karena menjadikan Bumi tempat yang tak ramah bagi makhluk hidup.
Dewa Indra yang melawan iblis tak dapat mencapai kemenangan dan akhirnya meminta bantuan Wisnu.
Wishnu memberitahunya bahwa hanya senjata yang tidak padat atau cair yang bisa membunuh para iblis.
Senjata itu adalah vajra yang konon mampu memancarkan petir.
Dengan bantuan senjata ini, akhirnya Indra dapat memusnahkan Namuchi dan Vritra serta mengembalikan cahaya ke bumi.
Sebagai senjata yang cara memakainya dengan dilempar, petir yang muncul tidak bisa dihancurkan.
Ia menyala seperti bola api yang melesat di langit, dalam pusaran halilintar, api, dan kilat.
Vajra digambarkan sebagai poros logam dengan tiga, lima atau sembilan cabang yang berasal dari bunga teratai di kedua ujungnya.
Legenda Buddha menunjukkan bahwa Shakyamuni, Sang Buddha sendiri, mengambil vajra dari Indra dan memaksanya untuk menutupnya.
Hal itu dilakukan untuk mengubah vajra yang awalnya senjata merusak menjadi tongkat yang damai.
Sementara itu, simbol guntur atau halilintar sebagai alat penghancur dapat ditemukan pada banyak wacana peradaban kuno.
Mitologi tak putus-putusnya menghubungkan petir dengan dewa langit, dewa guntur, yang menggunakannya sebagai senjata.