Halodunia.net – Bojonegoro merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang sangat terkenal dengan destinasi wisata yang masih sangat alami akan pemandangannya. Letak Bojonegoro sendiri juga berbatasan dengan Kabupaten Tuban, Nganjuk, dan Ngawi. Hal ini juga menjadi tujuan utama untuk singgah di Bojonegoro.
Tujuan pertama kami pada hari itu adalah Negeri Atas Angin. Tak banyak memang informasi tulisan atau gambar tentang lokasi wisata yang berjarak 2 jam dari pusat Bojonegoro. Saya membayangkan mungkin tak ubahnya Stone Garden di Padalarang atau Tebing Keraton di Bandung. Menatap alam dari ketinggian.
Bersama dengan Mas Edy, sebagai pemandu kami, travel blogger asli dari Bojonegoro. Imama, travel blogger dari Surabaya. Kopertraveler dan tentunya Kak Tracy, kami berlima berangkat dari Hotel Dewarna Bojonegoro sambil berharap semesta memberikan langit terindahnya untuk kami.
Tak sampai 2 jam nyatanya kami sudah tiba di pelataran parkir Negeri Atas Angin. Cukup tertata dengan baik sepenglihatan saya. Sign besar berwarna-warni bahkan telah terpampang di samping pintu masuk menuju Negeri Atas Angin. Matahari bersinar cukup terik saat itu namun tetap tak mampu menyibak kerumunan awan mengitam menggantung rendah.
“Ayo dipercepat”, seru saya karena khawatir akan turun hujan. Belum lagi ketika meilhat rombongan lain yang baru tiba di pelataran parkir, 4-5 mobil langsung mengekor kami. Selesai membeli tiket kami segera menanjak menuju puncak bukit Negeri Atas Angin.
“Di sana itu Bukit Lawang atau Gunung Kembar”, Mas Edy berujar.
Di ujung jarinya saya melihat 2 gunung yang terlihat layaknya pintu gerbang…ahh sepertinya benar ini setting cerita Ko Ping Ho. Saya membayangkan pendekar di atas punggung rajawali terbang melintas diantara 2 gunung kembar itu.
Tak lama kami bisa mengagumi Bukit Lawang dengan permadani hijau yang terlihat sendu. Matahari tak mampu lagi menerpa hijau persawahan ratusan meter di bawah kami. Awan tak mampu membendung jatuhnya air. Kami bergegas lari, untungnya ada beberapa saung tak berhuni bisa kami gunakan untuk berteduh sebentar.
Seorang bapak mendekati kami, bercerita tentang Negeri Atas Angin tanpa diminta. Saya kurang begitu menangkap ceritanya, perhatian saya teralihkan berkali-kali dengan hujan yang semakin deras. Beliau pun bercerita dengan menggunakan bahasa campur-campur. Sesekali kosa kata Jawa meluncur dari mulutnya. Saya berusaha merangkai cerita yang tercerai berai.
Sedikit yang bisa saya rangkai dari kisah beliau adalah
“Bukit ini bernama Bukit Cinta, tempat Raden Atas Aji dan Dewi Sekarsih memadu kasih. Sehingga dipercaya siapapun yang mengutarakan cintanya di atas bukit ini, niscaya akan langgeng. Nama Raden Atas Aji pun diabadikan menjadi nama tempat ini, Negeri Atas Angin. Selain bukit ini, ada tempat lain yang wajib dikunjungi, Watu Telo, Goa yang berjarak 500 meter dari sini”