Hendra Maulana tidak pernah mengira wajah putranya, Muhammad Izzam Athaya, terpampang di uang kertas rupiah edisi spesial itu. Memang, Agustus 2019, Izzam diminta Bank Indonesia dan PT Peruri untuk ikut pemotretan memakai baju adat Tidung. Lokasi pemotretan berada di Rumah Balai Adat Suku Tidung Tarakan.
’’Pakaian disediakan BI. Saat itu tidak disebutkan akan menjadi model uang negara. Hanya diinfokan foto-foto tersebut akan menjadi database PT Peruri dan BI,’’ kata Hendra kepada Jawa Pos kemarin (21/8). Bapak satu anak itu justru tahu dari rekannya yang lebih dulu menukarkan uang Rp 75 ribu edisi kemerdekaan tersebut. Dan memang benar itu wajah Izzam. Hendra yang antusias lantas mendaftar melalui pintar.bi.go.id untuk menukarkan uang di Kantor Perwakilan BI Kalimantan Utara.
’’Jadwalnya Senin, 24 Agustus, baru saya dapat,’’ ujarnya.
Sebagai orang tua, Hendra sangat terharu dan bangga karena Izzam menjadi bagian dari sejarah Indonesia.
Meski begitu, dia sempat tidak percaya. Sebab, bocah 9 tahun itu anak rumahan yang pemalu. Sangat jarang keluar rumah. Hanya sesekali main di luar bersama teman seumurannya. Pemotretan tahun lalu itu adalah pengalaman pertama bagi Izzam.
Pria 38 tahun itu juga membenarkan, wajah anaknya viral di dunia maya karena dikira bocah Tionghoa. Nyatanya, Izzam adalah putra asli Suku Tidung. Suku asli pesisir Kaltara. Awalnya, Hendra cukup prihatin dengan kabar di media sosial itu.
’’Saya berpikir mungkin yang memberitakan itu tidak tahu yang sebenarnya,’’ ucapnya. Namun, dia berusaha mengambil hikmah. Dengan menjadi buah bibir di dunia maya, toh akhirnya suku dan pakaian adat Tidung dikenal masyarakat.
Hal tersebut turut menjadi kebanggaan Pemerintah Daerah Kota Tarakan dan SD Negeri 041 Tarakan, tempat Izzam bersekolah. Dia masih duduk di bangku kelas V.
’’Pesan kami mungkin sederhana saja, jika kita meragukan sesuatu, lebih baik konfirmasi kepada sumber yang tepat, jangan menduga-duga,’’ imbuh Hendra.
Menurut dia, Izzam kini lebih percaya diri sejak wajahnya menjadi bagian di belakang uang pecahan Rp 75 ribu itu. Kesehariannya juga berbeda. Tidak lagi sering di rumah. Sebab, kini dia mendapat banyak tawaran wawancara dari berbagai media nasional. ’’Hari ini (kemarin, Red) dua kali, Kamis (20/8) bahkan ada lima kali interview. Banyak juga tetangga yang kaget,’’ ujar Hendra.
Terkait baju adat Tidung, mengutip Radar Tarakan, BI Kaltara tidak tahu-menahu. BI pusat berkunjung ke Kaltara untuk melakukan pengambilan gambar pada 2019. ’’Kalau soal kenapa dipilih baju adat Tidung, enggak ada usulan dari kami. Mereka (BI pusat, Red) sudah ada langkah sendiri. Sudah ada pemilihan dan minta ada surat tugas sekaligus untuk klarifikasi dan segala macam. Kami hanya menjalankan,’’ jelas Kepala Tim Sistem Pembayaran PUR dan Manajemen Intern BI Kaltara Arman Ardiyan.
Arman menuturkan, baju adat yang dipilih adalah yang belum pernah ada di gambar uang sebelumnya. Sepanjang sejarah uang nasional, memang belum ada pakaian khas Kaltara. Sebab, Kaltara merupakan provinsi baru.
Sementara itu, tokoh masyarakat adat Tidung, Datu Norbeck, mengatakan bahwa baju yang tertera di uang Rp 75 ribu tersebut bagian dari busana pengantin adat Tidung. Baju itu merupakan baju pengapit pengantin yang namanya sina beranti. ’’Orang Tidung Tarakan menyebut China (Tionghoa, Red) itu sina. Sina beranti itu artinya China berhenti, tapi tidak ada hubungannya dengan China,’’ jelasnya.
Menurut legenda, lanjut Datu Norbeck, baju adat Tidung awalnya tidak memiliki nama, tapi sering digunakan dalam acara pengantin. Baju itu pun berkesan bagi warga China. Pada suatu waktu, warga China itu rela menghentikan langkahnya untuk melihat pakaian tersebut lebih dekat. Masyarakat Tidung pun menyebut sina beranti.
Foto dalam uang itu mencantumkan jamong punsuk melaka yang merupakan mahkota kebesaran bagi pengapit pengantin.
’’Punusuk itu puncak, melaka itu nanas. Jadi yang dipakai pengantin, punusuknya itu dua susun, kalau pengapit itu satu punusuknya,’’ beber Datu Norbeck.
Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo menuturkan, gambar anak-anak Indonesia berpakaian adat dari berbagai suku motif kain Nusantara mencerminkan semangat memperteguh kebinekaan. Perencanaan uang peringatan 75 tahun kemerdekaan RI itu dimulai pada 2018. Penerbitan uang tersebut juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Peraturan BI Nomor 21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah (a.l. pasal 2, pasal 11), dan Keppres 13/2020.
Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Marlison Hakim menambahkan, pakaian adat daerah dimunculkan pada gambar uang Rp 75 ribu untuk mewakili budaya Nusantara. Salah satunya adalah baju adat Suku Tidung. Proses memilih pakaian daerah dibicarakan dengan budayawan dan sejarawan sampai ke unit pelaksana teknis di daerah. Pihaknya berkali-kali mengadakan forum group discussion untuk menggodok konsep uang peringatan kemerdekaan tersebut. ’’Merekalah yang memberikan gambaran pakaian adat daerah Suku Tidung. Jadi, bukan Tiongkok, ini asli Indonesia,’’ ujarnya.