Halodunia.co.id – Sejak beberapa hari lalu, tagar #NotAllMen sering dipakai oleh para netizen di media sosial Twitter. Tagar ini pun ramai mengundang perbincangan dan diskusi antara pria dan perempuan, hingga kemudian muncul sebuah tagar baru yakni #NotAllMenbutAllWomen. Kira-kira, apakah yang terjadi?
Mengutip Marie Claire, tagar ini digunakan untuk mengunggah sebuah cerita tentang hilangnya perempuan asal Inggris bernama Sarah Everard. Sarah diketahui hilang pada tanggal 3 Maret di South London, saat berjalan kaki dari dari rumah teman menuju rumahnya di Brixton.
Hampir dua minggu menghilang, belum lama ini Sarah ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di Kent. Diduga, ia diculik dan dibunuh oleh seorang pria, yang ternyata merupakan seorang polisi setempat. Padahal, Sarah sudah melakukan hal yang tepat, ia berjalan di jalan raya, bahkan diketahui sempat menelpon pasangannya.
Berita ini sontak membuat heboh dunia maya, mengkritik pelaku yang merupakan polisi pria dan seharusnya bisa memberikan rasa aman pada masyarakat setempat. Tetapi sebaliknya, sang polisi justru melakukan hal keji. Sarah yang menghilang tanpa jejak ini memicu percakapan tentang perempuan yang masih merasa tidak aman, bahkan di ruang publik sekalipun.
Karena inilah, para pria yang membacanya merasa tersinggung dan mengunggah tagar #NotAllMen, yang mengartikan bahwa tidak semua pria berperilaku kejam seperti itu. Mereka tersinggung karena ada anggapan yang beredar bahwa pria secara keseluruhan memiliki sifat yang sama dengan pelaku yang membunuh Sarah.
Melalui tagar #NotAllMen ini pula, perdebatan jadi semakin melebar. Sayangnya, perdebatan ini justru memutarbalikkan topik permasalahan yang sebenarnya, yakni kekerasan terhadap perempuan di ruang publik, menjadi pembicaraan yang menyiratkan seolah-olah perempuan membenci pria.
Padahal, topik pembicaraan pun jelas diperbincangkan sejak awal berita ini mencuat, yakni para perempuan masih merasa tidak nyaman saat berada sendirian di ruang publik. Mereka memerlukan pria untuk mendukung dan melindunginya dari kejahatan dan kekerasan seksual di ruang publik, bukan justru tersinggung dan memutarbalikkan fakta.
Hal ini pun akhirnya mengundang komentar dari aktris sekaligus aktivis asal Inggris, Jameela Jamil. Dalam unggahannya, ia mengatakan bahwa tagar #NotAllMen merugikan perempuan. Namun, ia meminta bahwa pria pun menempatkan dirinya secara bijak.
“Apakah semua pria pernah memastikan ke sesama pria untuk tidak menyakiti perempuan? Apakah mereka pernah membicarakan tentang keselamatan atau persetujuan seorang perempuan? Apakah #Allmen tertarik dengan keselamatan kami? Kamu tidak bisa membuat pengecualian untuk dirimu, kecuali kamu sudah melakukan semua ini,” ujar Jameela dalam unggahannya di Twitter.
Karena inilah, akhirnya muncul sebuah tagar baru, #NotAllMenbutAllWomen. Tagar ini digunakan oleh para perempuan yang akhirnya berani mengungkapkan cerita tentang pengalaman kekerasan seksual atau kekerasan di ruang publik yang pernah dialaminya.
#NotAllMenbutAllWomen memiliki arti bahwa memang benar tidak semua pria melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan, tetapi setiap perempuan pernah memiliki pengalaman pribadi terkait perilaku misogini. Berbagai perempuan dari seluruh dunia bercerita dan mengungkapkan bahwa mereka tak bisa menghitung berapa kali pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya, bahkan sebagian mengaku masih trauma dengan hal tersebut.
Bagaimana pendapatmu terkait hal ini?