Halodunia.net – Tim peneliti menyatakan polusi suara dapat memiliki efek merugikan pada tanaman. Penelitian sebelumnya hanya menjelaskan bahwa polusi suara memberi dampak negatif pada perilaku hewan.
Para peneliti menemukan bahwa bibit pinus pinyon lebih sedikit ditemukan di daerah yang bising dan anakan (tanaman berusia antara dua dan 12 tahun) juga lebih sedikit di lingkungan yang bersuara keras. Pola yang sama diamati pada tanaman juniper.
Melansir The Guardian, para peneliti memilih kawasan pengelolaan habitat Rattlesnake Canyon di New Mexico untuk menyelidiki efek ekologi jangka panjang dari kebisingan yang terus-menerus.
Rattlesnake Canyon didominasi oleh tanaman hutan, tapi juga terdapat sebuah sumur gas alam dengan kompresor yang bekerja terus menerus dan menghasilkan kebisingan kronis hingga 100 desibel. Sumur lain tidak memiliki kompresor.
“Itu sama nyaringnya seperti berada di samping pengeras suara di konser Black Sabbath atau berdiri tepat di sebelah rel kereta saat kereta melaju,” kata Jenny Phillips, yang merupakan penulis utama studi tersebut saat berada di California Polytechnic State University.
Phillips berkata pihaknya melakukan survei ulang pada lokasi penelitian yang berlangsung tahun 2007 setelah pengumpulan data awal untuk menentukan apakah pola yang dilaporkan sebelumnya untuk bibit pinyon sama. Tapi, penelitian kali ini juga menyertakan analisis spesies pohon lain, juniper Utah, serta flora lainnya.
Namun, 115 titik yang awalnya disurvei, beberapa telah berubah dari berisik menjadi tenang karena kompresor tekah berhenti beroperasi. Beberapa titik justru sebaliknya.
Dalam penelitian itu, para peneliti menyampaikan tingkat penyebaran benih berbeda untuk setiap tanaman.
Melansir Royal Society Publishing, para peneliti berkat polusi suara dapat mempengaruhi perilaku dan distribusi spesies, serta dapat menimbulkan konsekuensi yang signifikan bagi komunitas alami.
Phillips dkk menggunakan sistem studi jangka panjang di New Mexico untuk menguji efek paparan kebisingan sumur gas alam yang berkelanjutan pada rekrutmen bibit spesies pohon Pinus edulis dan Juniperus osteosperma, hingga keanekaragaman vegetasi.
Peneliti memeriksa rekrutmen bibit dan keragaman vegetasi di petak-petak yang tingkat kebisingannya bertahan selama lebih dari 15 tahun. Mereka kemudian memeriksa rekrutmen dan keragaman pada plot di mana sumber kebisingan baru-baru ini dihapus atau ditambahkan.
“Kami menemukan dukungan untuk efek negatif jangka panjang dari kebisingan pada rekrutmen bibit pohon, kemerataan tanaman berkayu dan komunitas vegetasi yang semakin berbeda dengan perbedaan tingkat kebisingan,” kata Phillips dkk.
Lebih lanjut, rekrutmen bibit dan komposisi komunitas tumbuhan tidak pulih setelah kebisingan hilang, mungkin sebagian karena lambatnya pemulihan di antara hewan yang menyebarkan dan menyerbuki tanaman.
“Hasil kami menambah bukti terbatas bahwa kebisingan memiliki efek ekologis yang menurun. Selain itu, efek ini mungkin bertahan lama dan hilangnya kebisingan mungkin tidak segera mengarah pada pemulihan,” kata para peneliti.