halodunia.net Sebanyak 540 tahun berlalu sejak meninggalnya Sultan Utsmaniyah Mehmed II namun karya dan pengaruhnya masih bisa diamati hingga saat ini.
Berabad-abad kemudian, seperti dilansir Daily Sabah, Senin (03/05/2021), ia masih menempati forum-forum diskusi seolah-olah masih hidup, seperti diskusi tentang kasus Hagia Sophia yang diputuskan pengadilan Turki untuk diubah, namun secara tidak sah, untuk menjadi museum. Sementara itu amanat pengampunya, Sultan Mehmed II, dilanggar.
Mehmed II adalah sultan kesultanan Utsmaniyah yang menaklukkan Konstantinopel atau Istanbul, membuatnya bergelar “sang penakluk” di usia 21 tahun.
Mehmed II mengirim Kekaisaran Bizantium ke dalam halaman-halaman sejarah yang berdebu, menaikkan level kesultanan Turki menjadi sebuah kekaisaran yang memerintah di tiga benua selama berabad-abad setelahnya.
Sama seperti tokoh sejarah terkemuka lainnya yang dipuja sepanjang sejarah, kisahnya menarik untuk disimak dan ditarik pelajarannya.
Muak dengan politik dan murung setelah kematian putra tertuanya, ayah Mehmed, yaitu Sultan Murad II turun takhta pada 1444 dan mendesak Mehmed II menjadi pemimpin baru kekaisaran pada usia 12 tahun.
Namun, pemerintahan pertama Mehmed berakhir hanya dua tahun kemudian, ketika Murad II kembali naik tahta menyusul ketegangan dan kekacauan di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, terutama di wilayah Eropa.
Saat itu, ancaman dari Tentara Salib membuat warga Utsmaniyah menginginkan pemimpin yang lebih berpengalaman.
Setelah menyerahkan tahta kepada ayahnya, Mehmed II kembali ke Manisa di wilayah Aegean, di mana dia menikah dan terus mengasah kecerdasannya.
Pangeran muda itu juga memperoleh wawasan militer karena bergabung dengan ayahnya di Pertempuran Kosovo pada 1448.
Ketika ayahnya meninggal pada tahun 1451, Mehmed II naik takhta sekali lagi, namun kali ini dengan banyak pelajaran dan pengalaman di sakunya.
Matanya tertuju pada penaklukan Konstantinopel, ibu kota Bizantium. Dia segera meluncurkan persiapan untuk pertempuran yang akan datang.
Sultan mengumpulkan pasukan besar, beberapa mengatakan dengan lebih dari 200.000 tentara, dan muncul di depan tembok kota yang kuat dengan penuh percaya diri.
Dia mengepung kota di tepi laut dan darat, lalu melakukan tindakan yang tidak terduga: Dia menyuruh kapal perang diseret melalui darat di sekitar area kota Galata – yang saat itu merupakan koloni pedagang kecil Genoa – di sisi Eropa modern Istanbul.
Kampanye militer berlanjut selama lebih dari 50 hari, dipelopori oleh serangan besar-besaran dengan meriam yang ia bantu ciptakan dan sempurnakan, menggebrak tembok untuk membuka lubang di mana tentara Utsmaniyah dapat menembus masuk kota.
Pada tanggal 29 Mei, kota itu akhirnya jatuh, membuat Mehmed II mendapatkan gelar “penakluk”.
Pada tahun-tahun berikutnya ia juga memastikan kendali Utsmaniyah atas Serbia, Morea, Trebizond (Trabzon di wilayah utara Turki modern), Bosnia, Albania dan sejumlah wilayah Anatolia (Turki tengah), meningkatkan kendali Utsmaniyah menjadi lebih dari 2,2 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi) wilayah.
Kemenangan Mehmed II terjadi pada tahun 1480, ketika dia menang di Otranto, Italia, dan merencanakan langkah berikutnya untuk mendekat ke Roma. Namun, Sultan Mehmed II meninggal pada 3 Mei 1481.
Sementara sultan Utsmaniyah Mehmed II sebagian besar dikenang karena penaklukan militer di masa pemerintahannya, dia juga seorang intelektual sejati.
Mehmed diyakini menguasai bahasa Persia, Arab, Yunani kuno dan Italia – yang dipandang oleh banyak orang sebagai tanda keinginannya untuk membentuk sebuah kerajaan yang mencakup Barat dan Timur.
Sejarawan Turki mengatakan perpustakaannya memiliki buku-buku dengan topik seperti geometri, agama, teknik, astronomi, aritmatika, arkeologi, geografi, dan filsafat.
Dikenal sebagai seorang penyair, Sultan Mehmed II juga memiliki minat yang besar pada seni, setelah menugaskan pelukis Renaisans Bellini untuk membuat potretnya.
Iliad atau Nyanyian Illium tulisan Homer termasuk di antara buku-buku koleksi perpustakaannya, dan peta dunia kuno Ptolemeus diyakini sebagai salah satu permata koleksinya.
Dalam kehidupan singkat hanya dalam 49 tahun, Sultan Mehmed II berhasil meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah dan warisannya masih hidup hingga saat ini.
Selain prestasi militer dan politiknya, Sultan Mehmed II juga dikenal sebagai seorang intelektual yang jenius, seperti dilansir Daily Sabah.
Selain cabang sosial seperti agama, hukum, politik, sejarah, seni dan filsafat, ia juga menguasai beberapa disiplin ilmu seperti matematika, geometri dan metalurgi.
Setelah Penaklukan Istanbul, dia membangun struktur sebuah negara besar dari pengetahuan yang dia peroleh dalam ilmu sosial di satu sisi, sambil membuat penemuan yang akan mengubah jalannya sejarah perang dunia di sisi lain.
Ada dua alasan utama untuk semua pencapaian ini: Pendidikannya yang baik dan kecintaannya pada buku.
Sebelum Penaklukan Istanbul, dia mendirikan perpustakaan di Manisa selama periode masih menjadi pangeran.
Kemudian dia memindahkan perpustakaan ini ke Edirne dan membuat persiapan untuk penaklukan dengan infrastruktur yang dia peroleh dari pekerjaan tersebut.