Secara histori, Pancasila 1 Juni 1945 yang diperas menjadi Trisila hingga ke Ekasila merupakan ide Bung Karno (BK) di depan BUPK(l). Itu cuma gagasan awal Pancasila dan ditindaklanjuti dengan pembahasan serius oleh Panitia 9 (BK, Mohammad Hatta, Mr. Mohomad Yamin, Mr. Achmad Subarjo mewakili golongan nasionalis, KH Wahid Hasyim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno Tjokrosoejoso dan KH Agus Salim mewakili golongan Islam dan Mr. AA Maramis mewakili golongan Kristen). Ini forum yang lebih tinggi dan besar.
Ya, gagasan Pancasila ala BK dibawa ke sidang Panitia Sembilan untuk dibahas lebih serius dan disempurnakan pada tanggal 22 Juni yang akhirnya menjadi “Piagam Jakarta”.
Menurut Memoar Hatta (1979), pada 17 Agustus 1945 —sore hari— Bung Hatta didatangi opsir/kaigun Jepang (tidak disebut namanya) utusan dari Admiral Maeda penguasa Indonesia Timur yang menyampaikan bahwa ada keberatan serius dari perwakilan Indonesia Timur (non muslim) apabila tetap mencantumkan 7 frasa pada sila ke-1 Pancasila.
Dan terakhir pada 18 Agustus 1945 dibicarakan kembali menjelang pengesahan UUD NRI TH 1945. Bung Hatta, Mr. Kasman Singodimedjo, Mr. Muhammad Hasan dan tokoh-tokoh lainnya telah menyepakati perubahan sila ke-1 Pancasila tanpa 7 frasa pada Pembukaan UUD NRI TH 1945 (Hidup itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 tahun, Kasman, 1982).
Nah, Pancasila 18 Agustus 1945 itu sudah final setelah dirapatkan dengan berbagai perwakilan entitas (nasionalis, Islam dan golongan). Dan di situ, Pancasila juga disebut sebagai “Perjanjian Luhur.”
Jadi, uraian kronologis antara 1 Juni – 22 Juni – 17 Agustus dan 18 Agustus 1945 itu merupakan proses sejarah yang harus dipahami dalam “satu tarikan nafas” bagi sejarah (kelahiran) Pancasila. Tidak boleh dipisah atau dipenggal-penggal semaunya.
Upaya memenggal kronologis, lalu meng-klaim ini “milik”-ku, misalnya, atau itu milik golongan X, dst selain dinilai blunder besar dalam sejarah Indonesia, niscaya justru dapat menimbulkan kontroversi tak bertepi di republik ini.
Pertanyaan gelisah pun muncul, “Apabila timbul kontrovesi (konflik) berkepanjangan terkait ideologi, selain bangsa ini mundur 70-an ke belakang, lantas — kemana konflik tersebut akan berujung?”
Pahamilah duhay segenap bangsa dengan sesadar – sadarnya, jangan usik lagi Perjanjian Luhur. Mengapa? Selain ada TNI-Polri yang siap mengawal dan menjaga Pancasila, juga di Bumi Pertiwi ini, masih banyak kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
BY : Catatanmap