Karier Maulani tidak begitu bersinar setelah menjadi Panglima Kodam Tanjungpura (Kalimantan). Setelah itu dia menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Transmigrasi dan akhirnya dijadikan staf ahli Menteri Negara Riset dan Teknologi. Ketika Habibie menjadi presiden, Maulani menjadi orang penting dengan diangkat sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen (Bakin).
“Maulani yang pandangannya bertambah konservatif, tanpa banyak bicara mencopot senior-senior Bakin yang Katolik dan Kristen (termasuk seorang deputi dan empat direktur),” tulis Ken Conboy dalam Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia (2007: 219).
Maulani, masih seperti dicatat Conboy, lebih sering menghadiri acara keagamaan. Selain itu sebagian besar eselon atas Bakin jadi terabaikan hingga banyak direktorat yang menjadi loyo karena kurang perhatian. Meski begitu, menurut Conboy, Bakin di bawah Maulani membangun kerja sama bidang intelijen dengan negara-negara Islam dan Asia Tenggara.
Di masa-masa setelah Soeharto lengser, ancaman teror bom dan kerusuhan terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Intel Indonesia kala itu dianggap loyo. Menteri Pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Mahfud MD, seperti dirilis Gatra (4/1/2001), menyatakan loyonya badan intel disebabkan berubahnya angin politik. Intel dianggap tak sekuat pada zaman Orde Baru.
“Peran mereka sangat kuat, karena Presiden Soeharto ketika itu mengandalkan mereka,” kata Mahfud. Bakin yang berbau Orde Baru pun kemudian hendak dibubarkan pemerintahan Gus Dur.
Kepala Intel Tak Harus Seiman
Maulani tidak lama di Bakin. Setelah Habibie lengser dan Gus Dur jadi presiden pada 1999, Maulani pun digantikan dari posisinya. Meski Gus Dur seorang kiai yang dihormati kaum santri Jawa, dalam perkara memilih kepala intel ia memilih jalan yang nyeleneh: pada 18 November 1999 Gus Dur menunjuk Arie Jeffry Kumaat, seorang Kristen Minahasa.
Kepala intel mungkin tak harus seiman bagi Gus Dur. Sebab kepala intel lebih membutuhkan kesetiaan lebih kepada presiden. Gus Dur pun seolah-olah satu prinsip dengan Benny Moerdani. Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2013: 343) menyebut: kalau mau mendapatkan orang yang loyal, carilah dari kalangan minoritas. Benny percaya bahwa seseorang yang berasal dari kalangan minoritas akan bekerja lebih keras ketimbang seorang yang berasal dari mayoritas.
Arie Kumaat adalah lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang angkatan 1966. Sementara itu Maulani adalah lulusan terbaik AMN 1961. Arie Kumaat, kelahiran Sulawesi Utara, awalnya berkarier di korps infanteri setelah lulus akademi. Arie pernah menjadi Panglima Kodam Bukit Barisan (Sumatra bagian utara) dan Wakil Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais). Selain itu, Arie adalah orang yang digantikan Prabowo Subianto sebagai Komandan Sekolah Staf Komando (Sesko) ABRI di Bandung.
Pada tahun 2000, seperti dicatat Conboy, Gus Dur menyetujui konsep pembentukan badan baru bernama Lembaga Intelijen Negara (LIN). BAIS diarahkan untuk bertanggung jawab kepada Menteri Pertahanan melalui LIN. Di masa itu Gus Dur membuat para jenderal Angkatan Darat dan jaringan intelijennya pusing. Gus Dur menghendaki LIN menggantikan peran BAIS.
Diandra Megaputri Mengko dalam artikel bertajuk “Intelijen dalam Keamanan Nasional: Stagnasi dalam Perubahan” yang dimuat di buku Intelijen dalam Pusaran Demokrasi di Indonesia Pasca Orde Baru (2017: 81) menyebut sentimen Bais atau militer terhadap Gus Dur semakin meningkat pada Oktober 2000 ketika Gus Dur melipatgandakan anggaran Bakin. Arie bahkan punya lima deputi ketika menjadi Kepala Bakin. Ada yang mengurusi intelijen asing, intelijen dalam negeri, analisa intelijen, masalah keamanan, dan penggalangan.
Di masa Arie menjadi Kepala Bakin, seperti dicatat Gatra, Presiden dan Menteri Pertahanan sudah mempersiapkan perombakan Bakin dan hendak mendirikan sebuah organisasi baru. Bersama Mahfud dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Arie Kumaat ditugasi merancang strukturnya. Bakin punya wewenang mengoordinasikan seluruh kekuatan intelijen negara, baik dari jajaran militer, kejaksaan, imigrasi, bea cukai, kepolisian, maupun intel Bakin sendiri. Menurut Mahfud, koordinasi itu tak berjalan mulus.
Pada Januari 2001 nama badan intelijen Indonesia pun menjadi Badan Intelijen Negara (BIN). Pembedanya adalah ditempatkannya seorang Wakil Kepala yang berasal dari kalangan sipil. Tersebutlah seorang mantan pegawai sipil Bakin bernama As’ad Said Ali yang ditunjuk untuk mengisi jabatan itu. Menurut Mengko, Gus Dur punya pemikiran untuk memperkuat otoritas sipil dalam intelijen militer.
Gus Dur tidak lama menjadi presiden. Ia dilengserkan secara berjamaah oleh Amien Rais dan kawan-kawan pada 23 Juli 2001 dan digantikan wakilnya, Megawati Soekarnoputri. Beberapa bulan setelah Gus Dur dilengserkan, Arie Kumaat akhirnya digusur juga. Sejak 9 Agustus 2001 A.M. Hendropriyono menggantikannya sebagai Kepala BIN.
Arie Kumaat bukan satu-satunya jenderal Kristen yang pernah dipercaya oleh Gus Dur. Letnan Jenderal Johny Lumintang nyaris akan dijadikan Wakil Panglima TNI, namun banyak yang menolaknya. Johny pernah sebentar menjadi Pangkostrad, 22 hingga 23 Mei 1998, menggantikan Prabowo Subianto. Beberapa hari setelah tak jadi Pangkostrad, Prabowo menggantikan Arie Kumaat sebagai Komandan Sesko TNI.
Arie Jeffry Kumaat, jenderal kelahiran 20 Mei 1944, tutup usia pada 13 Januari 2002, tepat hari ini 19 tahun lalu. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan