Sejumlah spanduk bernada penolakan aksi anarkistis, mulai bermunculan di sejumlah sudut Kota Surabaya, Jawa Timur. Hal itu menyusul Aksi Tolak Omnibus Law Cipta Kerja di Kota Surabaya, 8 Oktober lalu, yang berujung ricuh.
Beberapa spanduk tersebut bertuliskan ‘Warga Surabaya Menolak Kerusuhan’, ‘Perkuat Persatuan dan Kesatuan Demi Indonesia, Aman, Makmur, Damai, Stop Anarkisme dan Hoaks, Terima Kasih Polri-TNI’, serta ‘Anarkisme = Benjut (bonyok)’.
Salah satu komunitas yang dengan tegas menolak aksi rusuh di Surabaya, Komunitas Jogo Suroboyo (Jogoboyo), mengatakan demonstrasi adalah hak setiap warga negara yang dilindungi oleh undang-undang. Namun, apabila aksi demonstrasi itu menimbulkan kerusuhan dan merusak fasilitas umum Kota Surabaya, maka warga Surabaya yang tergabung dalam komunitas ini siap mengadang.
“Siapapun itu, silakan aksi di Surabaya. Tapi kalau sampai merusak kota ini, maka harus berhadapan dengan kami,” kata Koordinator Komunitas Jogoboyo Kusnan, Senin (19/10).
Baca Saja: Imbas Demo Omnibus Law Rusuh, Aktivis KAMI Ditangkapi
Ia mengatakan, aksi demonstrasi yang rusuh justru malah merugikan masyarakat itu sendiri. Sebab fasilitas yang dirusak berasal dari pajak dan APBD Kota Surabaya.
“Jadi, titik tekannya jangan sampai merusak kota yang sudah bagus ini, karena nanti kalau mereka merusak kota ini, maka nanti perbaikannya akan menggunakan APBD lagi yang dibayarkan oleh warga Surabaya, dan kami tidak mau itu,” katanya.
Kusnan mengatakan Komunitas Jogoboyo telah membuka posko di 31 kecamatan se-Kota Surabaya, dan di sejumlah titik yang kerap dijadikan lokasi untuk demonstrasi.
“Kami juga on call 24 jam, kami siap gerak untuk menghadang aksi anarkisme itu,” ujarnya.
Pihak Kusnan, mengaju siap berada di garda terdepan jika ada aksi demontrasi yang rusuh lagi di Kota Surabaya.
“Yang ngaku arek Suroboyo, yang ngaku anak cucu Sawunggaling, harus bergabung bersama kami untuk berada di barisan terdepan jika ada yang mau merusak Surabaya,” ucapnya.
“Niatan kami hanya ingin menjaga bumi Sawunggaling ini. Mungkin kami tidak bisa memberikan apa-apa kepada Surabaya, tapi melalui jihad ini kami ingin meninggalkan sesuatu untuk anak cucu kami,” tambahnya.
Aksi Tolak Omnibus Law Cipta Kerja di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, 8 Oktober 2020 lalu berlangsung ricuh. Gerbang Grahadi dijebol, lampu penerangan, water barrier, dan kamera pengawas (CCTV) dirusak. Sejumlah unit mobil polisi dirusak, satu pos polisi juga dibakar.
Di sisi lain, Juru bicara Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur, Nuruddin Hidayat, mengakui bahwa pihaknya juga sepakat dengan isi spanduk tersebut. Getol, kata dia tegas menolak aksi anarkistis dan hoaks.
“Sama, kami juga menolak. Getol menolak [aksi yang menimbulkan] anarkisme dan hoaks,” kata Nuruddin, kepada CNNIndonesia.com.
Baca Saja: Nama Jalan Presiden Joko Widodo di Resmikan Pemerintah UEA
Namun, ia menampik jika akasi para buruh dan mahasiswa terkait Omnibus Law, disebut sebagai gerakan yang berdasarkan dari informasi hoaks. Ia mengatakan penolakan terhadap UU Ciptaker yang digaungkan pihaknya telah melalui kajian dan telaah yang substansial.
“Yang diaspirasikan Getol bukan hoaks ya, itu fakta, subtansi dalam UU. Dalam klaster ketenagakerjaan, pasal soal pesangon memang ada, tapi itu dikurangi dari yang tadinya 32 kali menjadi 25 kali,” kata dia.
Namun terkait aksi anarkistis, Nurudin yang juga Wakil Ketua Dewan Pengurus Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Jatim ini, mengatakan pihaknya telah berkomitmen tak akan melakukan hal itu.
“Terkait anarkisme, sama kita juga menolak anarkisme. Rapat Getol, kita sepakati aksi dengan tertib dan damai. Kalau ada tindakan anarkisme ya bisa jadi ada penyusup dan provokator,” ucapnya.
Aksi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja bakal kembali digelar di Surabaya, mulai Selasa (20/10) besok hingga empat hari ke depan. Diperkirakan sejumlah 3.000 massa buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur bakal turut dalam demonstrasi itu. Selain itu, sejumlah aksi serupa juga rencananya dilakukan massa di kota-kota lain, termasuk Jakarta.