Halodunia.net – Gelar doktor kehormatan alias honoris causa mungkin tak asing lagi terdengar di telinga kita, sebab banyak pejabat tinggi negara telah mendapatkannya. Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini telah mengantongi 14 gelar doktor kehormatan, sedangkan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri sedikitnya mendapatkan sembilan honoris causa.
Dengan masa tempuh kuliah S3 berdurasi 3-7 tahun, maka tak mungkin jika SBY dan Megawati meraih semua gelar itu dengan mengambil kuliah doktoral. Lantas apa sih itu gelar doktoral kehormatan honoris causa dan apa saja syarat untuk mendapatkannya?
Diberikan pada individu yang berjasa
Sesuai dengan namanya, gelar honoris causa adalah untuk menghargai dan memberi hormat pada seorang individu atas jasa-jasanya pada bangsa dan negara atau umat manusia.
Sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Pasal 3, gelar Doktor Kehormatan diberikan kepada perseorangan yang:
a. luar biasa di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sosial, budaya, kemanusiaan dan/atau bidang kemasyarakatan;
b. sangat berarti bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sosial budaya, kemanusiaan, dan/atau kemasyarakatan;
c. sangat bermanfaat bagi kemajuan, kemakmuran, dan/atau kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia atau umat manusia; atau
d. luar biasa mengembangkan hubungan baik bangsa dan negara Indonesia dengan bangsa dan negara lain di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sosial budaya, kemanusiaan, dan/atau kemasyarakatan.
Pemberi gelar minimal memiliki program doktoral berakreditasi A
Kemudian berdasarkan Sesuai peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Pasal 4, sang penerima gelar honoris causa harus minimal mengantongi gelar akademik paling rendah sarjana (S1) atau setara dengan level 6 (enam) dalam Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Namun, peraturan itu telah diubah melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Gelar Doktor Kehormatan, aturan tersebut merevisi sehingga para penerima gelar HC tidaki mesti memiliki ijazah akademik setingkat S1. Meski begitu, aturan ini tetap mempertahankan syarat perguruan tinggi pemberi gelar HC mesti memiliki program doktoral dengan peringkat akreditasi A.
Bagaimana penerima gelar HC Dipilih?
Banyak orang yang penasaran ingin tahu bagaimana cara mendapatkan gelar kehormatan. Kampus yang memberikan gelar kehormatan terlibat dalam proses seleksi untuk mengidentifikasi individu-individu yang, menurut pendapat mereka, telah memberikan kontribusi yang signifikan kepada masyarakat atau bidang tertentu.
Komite seleksi mungkin memiliki aturan tersendiri mengenai apakah kandidat dapat menjadi kontributor sekolah, mencalonkan diri untuk jabatan publik, memiliki standar etika yang tinggi, atau memiliki kriteria lain yang telah ditetapkan sekolah. Meskipun demikian, biasanya penerima tidak diwajibkan lulusan sekolah yang memberikan gelar kehormatan.
Selain itu, tidak semua sekolah memberikan gelar kehormatan. Misalnya, Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Universitas Stanford, dan Universitas Virginia tidak menawarkan gelar kehormatan.
Universitas Indonesia hingga kini telah memberikan 40 gelar HC, sedangkan Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan 13 gelar HC.
Apa gunanya gelar HC?
Karena gelar kehormatan diberikan oleh perguruan tinggi atau universitas yang terakreditasi A, maka gelar doktoral itu valid. Namun, gelar ini tidak setara dengan gelar Ph.D., doktor dalam pendidikan, penelitian klinis, atau bidang lainnya.
Tidak ada hak akademik atau profesional yang terkait dengan gelar kehormatan. Seseorang dapat disebut ‘Doktor’ oleh orang lain tetapi tidak boleh menggunakan gelar tersebut ketika berbicara tentang diri mereka sendiri, juga tidak boleh digunakan dalam komunikasi tertulis, termasuk kartu nama. Namun, singkatan gelar dapat digunakan setelah nama penerima.
Penerima juga dapat mencatat di resume atau CV mereka bahwa mereka telah diberikan gelar, tetapi mereka harus meletakkan kata ‘honoris causa’ atau ‘kehormatan’ beserta universitas yang memberikannya setelah gelar, untuk menunjukkan gelar tersebut belum diperoleh melalui penyelesaian program akademik yang berhasil.