Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpendapat Pilkada akan tetap digelar di tengah desakan penundaan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar serta Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi telah menegaskan hal tersebut.
“Terkait situasi dan tantangan di lapangan, masukan dari berbagai pihak kami pandang sebagai kepedulian. Kami berharap ini tidak menurunkan kualitas Pilkada, partisipasi masyarakat terjaga dan lahir pemimpin di daerah masing-masing bukan saja masalah terkait pandemi tapi ekses di luar itu,” ungkap Raka, Rabu (16/9/2020).
Disampaikannya bahwa tahapan Pilkada telah berjalan yakni tahapan pendaftaran bakal calon yang sudah dilalui, dan dalam waktu dekat akan ditetapkan pasangan calon kepala daerah.
Menurutnya, masukan terkait penundaan Pilkada justru menjadi motivasi bagi KPU untuk terus melakukan langkah koordinasi dan lebih detail dalam merumuskan peraturan terutama dari aspek pencegahan penularan COVID-19 termasuk sanksi bagi pelanggaran protokol kesehatan.
KPU, imbuhnya, tengah menyempurnakan Peraturan KPU No.4/2017 yang akan mengatur kampanye peserta Pilkada lebih banyak memanfaatkan informasi dan teknologi untuk mencegah penularan COVID-19. Sementara itu, Bahtiar menegaskan bahwa Pilkada tetap akan dilanjutkan.
Ia mencontohkan praktik di negara lain yang sudah melangsungkan Pemilu atau Pilkada saat pandemi. Menurutnya hal yang lebih penting ialah menegakkan hukum penerapan protokol kesehatan secara ketat atau ada tidaknya Pilkada.
Baca juga: Pilkada di Cekam Pandemi, Ini Seruan Pemuda Muhammadiyah
Ia mendorong calon kepala daerah untuk bertanggungjawab dan menandatangani pakta integritas kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Petalolo mengatakan, kewenangan menunda Pilkada ada pada KPU, Kementerian Dalam Negeri dan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal itu mengacu pada ketentuan perundangan yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No 6/2020 tentang Penundaan Pilkada.
“Jadi yang menilai apakah penundaan bisa dilakukan 3 lembaga ini, Bawaslu akan mengawasi proses pengambilan keputusan,” ujarnya, Dilansir Medcom.id
Mengenai pelanggaran protokol kesehatan yang berpotensi terjadi selama tahapan Pilkada, Dewi menjelaskan, meskipun sudah ada sanksi administrasi yang diatur dalam PKPU 6/2020, tetapi pihaknya mengusulkan ada perbaikan aturan sehingga lebih konkrit.
Sejauh ini menurutnya, sanksi administrasi terhadap pelanggaran protokol kesehatan belum diatur rinci. Misalnya apabila terjadi kerumunan saat kampanye calon kepala daerah.
“Kami usulkan harus ada perbaikan sanksi administrasi yang dimaksud seperti apa. Apakah berupa penghentian tahapan kampanye atau pembubaran agar ada efek jera atau paslon tidak bisa mengikuti tahapan kampanye berikutnya.